Kamis, 05 Desember 2013

Laporan Pendahuluan Penyakit Epistaksis


LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

1.             DEFINISI
Hidung berdarah (Kedokteran: epistaksis atau Inggris: epistaxis) atau mimisan adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung.
Sering ditemukan sehari-hari, hampir sebagian besar dapat berhenti sendiri. Harus diingat epitaksis bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu kelainan.
Ada dua tipe pendarahan pada hidung:
  • Tipe anterior (bagian depan). Merupakan tipe yang biasa terjadi.
  • Tipe posterior (bagian belakang).
Dalam kasus tertentu, darah dapat berasal dari sinus dan mata. Selain itu pendarahan yang terjadi dapat masuk ke saluran pencernaan dan dapat mengakibatkan muntah. 
2.        ETIOLOGI
Secara Umum penyebab epistaksis dibagi dua yaitu Lokal dan Sistemik
Lokal
Penyebab lokal terutama trauma, sering karena kecelakaan lalulintas, olah raga, (seperti karena pukulan pada hidung) yang disertai patah tulang hidung (seperti pada gambar di halaman ini), mengorek hidung yang terlalu keras sehingga luka pada mukosa hidung, adanya tumor di hidung, ada benda asing (sesuatu yang masuk ke hidung) biasanya pada anak-anak, atau lintah yang masuk ke hidung, dan infeksi atau peradangan hidung dan sinus (rinitis dan sinusitis)
Sistemik 
Penyebab sistemik artinya penyakit yang tidak hanya terbatas pada hidung, yang sering meyebabkan mimisan adalah hipertensi, infeksi sistemik seperti penyakit demam berdarah dengue atau cikunguya, kelainan darah seperti hemofili, autoimun trombositipenic purpura.
Selain itu ada juga penyebab lainnya, diantaranya:
Trauma, Perdarahan hidung dapat terjadi setelah trauma ringan, misalnya mengeluarkan ingus secara tiba-tiba dan kuat, mengorek hidung, dan trauma yang hebat seperti terpukul, jatuh atau kecelakaan. Selain itu juga dapat disebabkan oleh iritasi gas yang merangsang, benda asing di hidung dan trauma pada pembedahan.
Infeksi, Infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rhinitis atau sinusitis juga dapat menyebabkan perdarahan hidung.
Neoplasma, Hemangioma dan karsinoma adalah yang paling sering menimbulkan gejala epitaksis.
Kongenital, Penyakit turunan yang dapat menyebabkan epitaksis adalah telengiaktasis hemoragik herediter.
Penyakit kardiovaskular, Hipertensi dan kelainan pada pembuluh darah di hidung seperti arteriosklerosis, sirosis, sifilis dan penyakit gula dapat menyebabkan terjadinya epitaksis karena pecahnya pembuluh darah.
1.             Kelainan Darah
2.             Trombositopenia, hemophilia, dan leukemia
3.             Infeksi sistemik
4.             Demam berdarah, Demam tifoid, influenza dan sakit morbili
5.             Perubahan tekanan atmosfer
6.             Caisson disease (pada penyelam) 
3.        KLASIFIKASI
Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga hidung.
A.       Epistaksis Anterior (Mimisan Depan)
Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan, maka disebut 'mimisan depan' (=epistaksis anterior). Lebih dari 90% mimisan merupakan mimisan jenis ini. Mimisan depan lebih sering mengenai anak-anak, karena pada usia ini selapun lendir dan pembuluh darah hidung belum terlalu kuat.
Mimisan depan biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang hidung, baik melalui satu maupun kedua lubang hidung. Jarang sekali perdarahan keluar lewat belakang menuju ke tenggorokan, kecuali jika korban dalam posisi telentang atau tengadah.
Pada pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber pedarahan. Biasanya di sekat hidung, tetapi kadang-kadang juga di dinding samping rongga hidung.
Mimisan depan akibat :
·                Mengorek-ngorek hidung
·                Terlalu lama menghirup udara kering, misalnya pada ketinggian atau
·                ruangan berAC
·                Terlalu lama terpapar sinar matahari
·                Pilek atau sinusitis
·                Membuang ingus terlalu kuat
·      Biasanya relatif tidak berbahaya. Perdarahan yang timbul ringan dan dapat berhenti sendiri dalam 3 - 5 menit, walaupun kadang-kadang perlu tindakan seperti memencet dan mengompres hidung dengan air dingin.
Beberapa langkah untuk mengatasi mimisan depan:
1)        Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan sedikit ke depan.
       Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi dari
jantung. Tindakan ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan. Kepala ditundukkan ke depan agar darah mengalir lewat lubang hidung, tidak jatuh ke tenggorokan, yang jika masuk ke lambung menimbulkan mual dan muntah, dan jika masuk ke paru-paru dapat menimbulkan gagal napas dan kematian.
2)        Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah tulang hidung. Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan jangan berhenti menekan sampai masa 10 menit terlewati. Penderita diminta untuk bernapas lewat mulut.
3)        Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin membantu
mengerutkan pembuluh darah, sehingga perdarahan berkurang.
4)        Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung dan
menghembuskan napas lewat hidung terlalu kuat sedikitnya dalam 3 jam.
5)        Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban sebaiknya dibawa
ke rumah sakit, karena mungkin dibutuhkan pemasangan tampon (kasa yang digulung) ke dalam rongga hidung atau tindakan kauterisasi. Selama dalam perjalanan, penderita sebaiknya tetap duduk dengan posisi tunduk sedikit kedepan.
B.       Epistaksis Posterior (Mimisan Belakang)
Mimisan belakang (=epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada pembuluh darah rongga hidung bagian belakang. Mimisan belakang jarang terjadi, tapi relatif lebih berbahaya. Mimisan belakang kebanyakan mengenai orang dewasa, walaupun tidak menutup kemungkinan juga mengenai anak-anak.
Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih hebat sebab yang mengalami perlukaan adalah pembuluh darah yang cukup besar.
Karena terletak di belakang, darah cenderung jatuh ke tenggorokan kemudian tertelan masuk ke lambung, sehingga menimbulkan mual dan muntah berisi darah. Pada beberapa kasus, darah sama sekali tidak ada yang keluar melalui lubang hidung.
Beberapa penyebab mimisan belakang :
·                Hipertensi
·                Demam berdarah
·                Tumor ganas hidung atau nasofaring
·                Penyakit darah seperti leukemia, hemofilia, thalasemia dll.
·                Kekurangan vitamin C dan K.
·                Dan lain-lain
Perdarahan pada mimisan belakang lebih sulit diatasi. Oleh karena itu, penderita harus segera dibawa ke puskesmas atau RS.
Biasanya petugas medis melakukan pemasangan tampon belakang. Caranya, kateter dimasukkan lewat lubang hidung tembus rongga belakang mulut (faring), kemudian ditarik keluar melalui mulut. Pada ujung yang keluar melalui mulut ini dipasang kasa dan balon. Ujung kateter satunya yang ada di lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut tertarik dan menyumbat rongga hidung bagian belakang. Dengan demikian diharapkan perdarahan berhenti.
Jika tindakan ini gagal, petugas medis mungkin akan melakukan kauterisasi. Langkah lain yang mungkin dipertimbangkan adalah operasi untuk mencari pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan, kemudian mengikatnya. Tindakan ini dinamakan ligasi.

4.        PATOFISIOLOGI
Terdapat dua sumber perdarahan yaitu bagian anterior dan posterior. Pada epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach (yang paling sering terjadi dan biasanya pada anak-anak) yang merupakan anastomosis cabang arteri ethmoidakis anterior, arteri sfeno-palatina, arteri palatine ascendens dan arteri labialis superior.
Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri ethmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien usia lanjut yang menderita hipertensi, arteriosclerosis, atau penyakit kardiovaskuler. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
Perdarahan yang hebat dapat menimbulkan syok dan anemia, akibatnya dapat timbul iskemia serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard, sehingga dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu pemberian infuse dan tranfusi darah harus cepat dilakukan.
5.        MANIFESTASI KLINIS
Perdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai dengan etiologi yang bersangkutan. Epitaksis berat, walaupun jarang merupakan kegawatdaruratan yang dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal jika tidak cepat ditolong. Sumber perdarahan dapat berasal dari depan hidung maupun belakang hidung.
Epitaksis anterior (depan) dapat berasal dari pleksus kiesselbach atau dari a. etmoid anterior. Pleksus kieselbach ini sering menjadi sumber epitaksis terutama pada anak-anak dan biasanya dapat sembuh sendiri.
Epitaksis posterior (belakang) dapat berasal dari a. sfenopalatina dan a. etmoid posterior. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti sendiri. Sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit jantung. Pemeriksaan yang diperlukan adalah darah Lengkap dan fungsi hemostasis. 
6.        PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk menilai keadaan umum penderita, sehingga pengobatan dapat cepat dan untuk mencari etiologi. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah tepi lengkap, fungsi hemostatis, uji faal hati dan faal ginjal. Jika diperlukan pemeriksaan radiologik hidung, sinus paranasal dan nasofaring dapat dilakukan setelah keadaan akut dapat diatasi.
7.        KOMPLIKASI
Mencegah komplikasi, sebagai akibat dari perdarahan yang berlebihan, dapat terjadi syok atau anemia, turunnya tekanan darah yang mendadak dapat menimbulkan infark serebri, insufisiensi koroner, atau infark miokard, sehingga dapat menyebabkan kematian. Dalam hal ini harus segera diberi pemasangan infus untuk membantu cairan masuk lebih cepat. Pemberian antibiotika juga dapat membantu mencegah timbulnya sinusitis, otitis media akibat pemasangan tampon.
Kematian akibat pendarahan hidung adalah sesuatu yang jarang. Namun, jika disebabkan kerusakan pada arteri maksillaris dapat mengakibatkan pendarahan hebat melalui hidung dan sulit untuk disembuhkan. Tindakan pemberian tekanan, vasokonstriktor kurang efektif. Dimungkinkan penyembuhan struktur arteri maksillaris (yang dapat merusak saraf wajah) adalah solusi satu-satunya.
Komplikasi yang dapat timbul: 
·                Sinusitis
·                Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
·                Deformitas (kelainan bentuk) hidung
·                Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
·                Kerusakan jaringan hidung infeksi



8.        PENATALAKSANAAN
a)      Kolaborasi
Aliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses pembekuan darah. Sebuah opini medis mengatakan bahwa ketika pendarahan terjadi, lebih baik jika posisi kepala dimiringkan ke depan (posisi duduk) untuk mengalirkan darah dan mencegahnya masuk ke kerongkongan dan lambung. 
Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung bagian depan selama tiga menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui mulut. Perdarahan ringan biasanya akan berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang sama jika terjadi perdarahan berulang, jika tidak berhenti sebaiknya kunjungi dokter untuk bantuan. 
Untuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnya mukosa hidung, biasanya dicegah dengan menyemprotkan salin pada hidung hingga tiga kali sehari. Jika disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriksi). Jika masih tidak berhasil, dapat digunakan tampon hidung. Tampon hidung dapat menghentikan pendarahan dan media ini dipasang 1-3 hari.

Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epitaksis adalah: 
  • Mencegah komplikasi yang timbul akibat perdarahan seperti syok atau infeksi
  • Mencegah berulangnya epitaksis
Jika pasien dalam keadaan gawat seperti syok atau anemia lebih baik diperbaiki dulu keadaan umum pasien baru menanggulangi perdarahan dari hidung itu sendiri.
1)   Menghentikan perdarahan
Menghentikan perdarahan secara aktif dengan menggunakan kaustik atau tampon jauh lebih efektif daripada dengan pemberian obat-obat hemostatik dan menunggu darah berhenti dengan sendirinya. Jika pasien datang dengan perdarahan maka pasien sebaiknya diperiksa dalam keadaan duduk, jika terlalu lemah pasien dibaringkan dengan meletakan bantal di belakang punggung pasien. Sumber perdarahan dicari dengan bantuan alat penghisap untuk membersihkan hidung dari bekuan darah, kemudian dengan menggunakan tampon kapas yang dibasahi dengan adrenalin 1/10000 atau lidokain 2 % dimasukan ke dalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan atau mengurangi nyeri, dapat dibiarkan selama 3-5 menit. 
2)   Perdarahan Anterior
Dapat menggunakan alat kaustik nitras argenti 20-30% atau asam triklorasetat 10% atau dengan elektrokauter. Bila perdarahan masih berlangsung maka dapat digunakan tampon anterior (kapas dibentuk dan dibasahi dengan adrenalin + vaseline) tampon ini dapat digunakan sampai 1-2 hari.
3)   Perdarahan Posterior
Perdarahan biasanya lebih hebat dan lebih sukar dicari, dapat dilihat dengan menggunakan pemeriksaan rhinoskopi posterior. Untuk mengurangi perdarahan dapat digunakan tampon Beelloqk.

















KONSEP ASKEP
1.       DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang rapuh.
2. Obstruksi jalan nafas berhubungan dengan nersihan jalan nafas tidak efektif.
3. Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
4. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa hidung.
2.       INTERVENSI (RENCANA TINDAKAN)
1)        Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang rapuh.
a.    Tujuan : meminimalkan perdarahan
b.    Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis
INTERVENSI
·           Monitor keadaan umum pasien
·           Monitor tanda vital
·           Monitor jumlah perdarahan psien
·           Awasi jika terjadi anemia
·           Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan: pemberian transfusi, medikasi.
2)        Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
a.                                                     Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif.
b.                                     Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan otot pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis
INTERVENSI
·           Kaji bunyi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada. R/ penurunan bunyi nafas dapat menyebabkan atelektasis, ronchi dan wheezing menunjukkan akumulasi sekret.
·           Catat kemampuan mengeluarkan mukosa/batuk efektif. R/ Sputum berdarah kental atau cerah dapat diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronchial.
·           Berikan posisi fowler atau semi fowler tinggi. R/ posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan.
·           Bersihkan sekret dari mulut dan trakea. R/ mencegah obstruksi/aspirasi.
·           Pertahankan masuknya cairan sedikitnya sebanyak 250 ml/hari kecuali kontraindikasi. R/ Membantu pengenceran sekret.
·           Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspektoran, bronkodilator. R/ mukolitik untuk menurunkan batuk, ekspektoran untuk membantu memobilisasi sekret, bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan analgetik diberikan untuk menurunkan ketidaknyamanan.
3)        Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
a.    Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
b.    Kriteria :
ü  Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya.
ü  Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
INTERVENSI
·           Kaji tingkat kecemasan klien. R/ menentukan tindakan selanjutnya.
·           Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien. R/ Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
ü    Temani klien.
ü    Perlihatkan rasa empati ( datang dengan menyentuh klien
·           Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang serta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti. R/ Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif.
·           Singkirkan stimulasi yang berlebihan R/ dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.
ü Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang.
ü Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan.
·           Observasi tanda-tanda vital. R/ Mengetahui perkembangan klien secara dini.
·           Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis. R/ Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien.
4)        Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa hidung.
a.    Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
b.    Kriteria hasil :
ü Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang.
ü Klien tidak menyeringai kesakitan.
INTERVENSI
·           Kaji tingkat nyeri klien. R/ Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya.
·           Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya. R/ Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri.
·           Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi. R/ Klien mengetahui tehnik distraksi dan relaksasi sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri.
• Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien. R/ Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.
·           Kolaborasi dngan tim medis. R/ Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien. Yaitu :
ü Terapi konservatif : obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung.





















DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar